YayBlogger.com
BLOGGER TEMPLATES

Laman

Jumat, 03 April 2015

The opposite of death

“The opposite of death is not life... It's birth. What death takes away is birth, but the life continues.”

Kunyahan saya terhenti ketika kalimat itu keluar dari mulut si pembawa acara botak licin, Daddy Corbuzier di acara Hitam Putih beberapa hari yang lalu.  Saya bukan pelahap acara-acara tivi. Sudah beberapa tahun ini saya jarang bahkan hampir tidak pernah menonton tivi dalam sehari. Disamping banyaknya acara yang semakin kesini semakin tidak berpendidikan dan asal-asalan saja ̶-- mainstream tentunya, juga karena ada beberapa kegiatan bersantai yang lebih membuat saya betah, contohnya seperti yang saya lakukan sekarang.

Mungkin aroma masakan ibu yang mengarahkan mood saya kali ini untuk duduk manis melahap makan malam di depan layar 21 inch itu. Dan kebetulan Trans7 menjadi channel terpilih saya. Bukan karena menggemari acara yang sedang tayang tapi karena channel itulah yang pertama kali muncul saat saya menyalakan tivi dan saya malas menekan-nekan remote lagi. Acara Hitam Putih yang sepertinya telah sampai di segmen akhir malam itu membuat tatapan saya yang tadinya fokus pada piring dengan nasi bersisa seperempat, kini membelalak pada layar saat Deddy melontarkan quotes di penghujung acaranya. Kalimat pendek yang menyihir itu, seperti biasanya menjadi pionir para penonton dalam mengubah jalan pikiran dan pemahamannya terhadap sesuatu.

Memang banyak manusia yang berprasangka bahwa kematian adalah fase akhir dari sebuah kehidupan. Bahwa setelah ajal menjemput, maka berkesudahan pulalah semuanya. Pertemuan, sapaan, jabat, rengkuh dan kebersamaan benar hanyalah kefanaan. Jasad adalah sesuatu yang ditakdirkan tak mengabadi, kelak akan baur bersama tanah. Begitu yang agama kami terangkan.

Tapi, tahukah kemana para jiwa menuju setelah dilepaskan dari jasadnya? Bagaimana dengan kenangan yang pernah ditoreh sang jiwa? Apakah suatu saat akan lenyap digerus waktu bersama jiwa itu sendiri? Bukankah ingatan manusia juga berbatas? Dan terlupakan adalah hal yang bisa saja terjadi pada jiwa yang tak beraga lagi. Kematian ibarat pintu keluar, yang sebaliknya pintu masuk diibaratkan kelahiran anak manusia ke dunia. Kita menjalani sebuah proses yang disebut kehidupan yang pada masanya membawa kita pada pintu keluar kita masing-masing. Pintu yang selama ini sangat mudah di abaikan oleh manusia.

Saya jadi teringat kata-kata nenek saya dulu, memang kedengaran horor tapi maksud sebenarnya bukanlah untuk menakut-nakuti cucunya yang memang penakut. Beliau pernah mengatakan seperti ini beberapa minggu sebelum meninggal.

“Kalau nanti nenek sudah tidak ada dan kamu sedang rindu, kamu tengok ke kursi ini saja. Nenek ada disini, menjaga dan memperhatikanmu dari jauh.”

Begitu ujar beliau saat duduk di kursi santainya yang berada di tengah ruang nonton keluarga kami dulu. Tapi denah rumah kami kini sudah berubah banyak. Ruang nonton itu dirombak menjadi kamar pribadiku dan jelas kursi nenek tak lagi disana. Mungkin nenek akan sedih ketika tahu tak ada lagi tempat dimana beliau bisa menjagaku sekaligus tempatku mengobati rindu. Tapi tidak, kurasa ia akan bahagia saat tahu ingatanku tentangnya tak berbatas pada kursi juga denah yang dulunya menjadi potret terakhir sebelum ia berpulang. Tanpa itu semua, aku masih bisa merindukannya dengan jelas juga merasakan kasih sayang melalui petuahnya yang acapkali terlintas.

Sama halnya ayahku, terlebih ia kurindukan lebih dari apapun di dunia ini dan apakah setelah ia tiada semua sudah selesai? Sama sekali tidak. Kau tahu, aku masih menghabiskan jam-jamku berbincang dengan ayah meski aku telah menyandang status yatim. Ayah yang baik akan selalu tahu keadaan putrinya. Begitupun ayahku. Bagaimana tidak? Beliau memperhatikanku dari langit, yang bagiku adalah bentuk cinta bermakna lebih luas dibanding ketika ia masih hidup. Sadarkah kita bahwa akan lebih mudah bagi orang yang telah berpulang untuk menjaga dan menyayangi kita lantaran ia dan Tuhan tak lagi berjarak. Dan aku percaya, semua hal-hal baik yang terjadi padaku setiap waktunya adalah bisikan doa ayah dan nenek kepada sang maha pendengar.

Mungkin seperti itulah orang-orang terkasih kita hidup. Ingatan memang berbatas begitupun umur manusia, tapi kasih sayang tuluslah yang mengabadikan jiwa dan kenangan. Orang yang benar-benar kita cintai dan mencintai kita, tak ada istilah mati, tak ada sebutan perpisahan selamanya di antara kita dengan mereka. Pribadi kitalah yang paling tahu bagaimana dan dimana jiwa mereka hidup tanpa perlu dijabarkan.

Dan si botak licin itu sekali lagi sangatlah benar. Kematian bukan akhir dari kehidupan. Kematian hanya mengambil kelahiran, tapi kehidupan itu sendiri tetap berlanjut.

Dunia bukan lagi tempat hidup bagi jiwa yang tak berjasad, satu-satunya tempat terbaik mereka melanjutkan kehidupan adalah disini, di hati kita. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar