YayBlogger.com
BLOGGER TEMPLATES

Laman

Minggu, 08 November 2015

Istirahat saja, Bunda

Aku menyeruput susu hangat yang kubuat beberapa menit yang lalu, hangatnya sudah memudar memang, tapi tak memudarkan seleraku untuk menandaskannya. Sengaja kuminum sedikit-sedikit agar kebosanan menulisku kali ini tak kambuh karena ada selingan menenggak minuman. Yah, aku sekarang memang sering bandel, selalu mengikuti kemalasan menulis yang sebenarnya ada banyak kosakata yang selalu ingin kumuntahkan di atas lembaran-lembaran itu.

Ah, terima kasih segelas susu hangatku, setidaknya karena kamu kemalasan itu bisa kutepis malam ini, setidaknya karena hangatmu, hatiku sedikit merasa baik. Sedikit.

Lelahku hari ini berkali lipat dari kemarin, baru saja kembali dari perjalanan yang luarbiasa-sangat-jauh-sekali, hmmpp sedikit berlebihan tapi kenyataannya memang begitu, kalau tak percaya, coba tanya saja mereka yang berangkat bersamaku jam 10 pagi tadi dan baru pulang jam 5 sore. Perjalanan hampir seharian, namun keperluannya tak cukup sampai 30 menit.

Acara Akad nikah. Menghalalkan memang tak memakan waktu berjam-jam, hanya beberapa menit saja. Hanya proses menujunya saja yang sebagian orang menempuh waktu berbulan hingga bertahun-tahun, menjalin yang haram sebelum dihalakan. Ada juga yang diam-diam berikhtiar, tunggu siap baru sigap menghalalkan. Choose what you wanna choose but everythings have consequence.

Sepanjang perjalanan tadi dipenuhi keluhan mereka yang tak lain adalah keluarga dekatku, aku mengerti tempat mempelai wanita memang jauh, eh ralat, luarbiasa-sangat-jauh-sekali. Di kabupaten Maros, desa Tompo Bulu’ , katanya sih desa paling ujung, tak adalagi desa setelahnya selain gunung yang menjulang. Selain di penuhi peluh keringat, aku juga digerogoti rasa malu, tidak enak dengan keluhan-keluhan mereka, bagaimana tidak, aku adalah adik mempelai pria. Hari ini adalah hari pernikahan abangku, untuk kedua kalinya.

Setelah perceraiannya dengan mantan istrinya setahun lalu, perpisahan yang menggoreskan luka dalam di hati ibuku, abangku akhirnya memantapkan langkahnya hari ini untuk memulai kehidupan baru bersama wanita yang baru dikenalinya 2 bulan lalu, perkenalan singkat, sepertinya mereka berdua tak butuh waktu lama untuk meyakinkan diri setelah kegagalan yang masing-masing pernah mereka alami. Sepenuhnya adalah pilihan abangku. Aku, ibu dan kakak perempuanku hanya mendukung, apapun itu asalkan itu menjamin tak ada lagi luka gores untuk ibu kelak. Aku pribadi merestui apapun kebaikan yang disegerakan. Semoga di sana, Abahpun ridho, insha Allah.

Ahh,ibuku.. Aku sebenarnya hanya ingin berceloteh lebih banyak tentangnya saja,

Tadi pagi, sebelum berangkat aku sempat melirik saat beliau berusaha menyamarkan kusam dan kerutan di wajahnya dengan dandanan. Ibu, lelah itu, lelah itu tetap disana, aku menangkapnya dengan jelas. Lelahnya lebih lelah dari lelahku, lelahnya lebih dari siapapun yang membopong mempelai pria tadi, lelahnya sudah lama, lama sekali.

Tidur paling akhir, terjaga paling awal, entah sejak kapan kebiasaan itu beliau mulai, mungkin sejak dipersunting abahku, atau sejak mengandung kakak sulungku, atau sejak pertama menjadi ibu, entahlah aku tak pernah mempertanyakan soal itu walaupun seringkali ingin kusampaikan, “Sejak kapan lelah tak ibu sebut lelah?” Atau “Lelah yang seperti apa yang baru ibu sebut lelah?”

Jika ingin menyendu mungkin sekaranglah waktuku, saat semua orang telah pulang dan hening datang, saat aku hanya berdua, menatap ibuku yang terlelap, mencoba menerjemahkan setiap garis waktu di wajahnya. Jika itu adalah garis kehilangan, berarti ada banyak bongkahan rindu yang beliau simpan dalam diam.

"Tahukah kau bunda, hari ini sudah berlalu dengan baik sebaik doa-doamu untuk anakmu, terutama untuk abang yang kemarin menjadi beban di benakmu, hari ini hari baru baginya bersama istrinya, tak perlu secemas kemarin, kini akan ada yang merawatnya kembali walau tak sama lagi, tapi bunda, tetaplah dengan doa baikmu itu, Allah selalu suka lirih dari hati wanita setulus dirimu. Segalanya bisa diperbaiki dengan kebaikan, meski yang terlihat masih saja terlihat buruk, tetaplah dengan doamu.

Jangan bersedih ketika tak banyak orang yang di sisimu ketika berduka, ketika bersusah, bahkan ketika sedarahmu pun abai, ada pula yang yang menghardik tentang aib, biarkan saja, ada aku dan kakak-kakak, ada abah disana, ada Allah, engkau sudah punya segalanya, kau tahu? Jadi sudahlah, usah cemaskan hari esok.

Pun jika setelahnya engkau akan risaukan tentang siapa yang akan meminangku, dahulukan  risauku dulu tentang bagaimana aku kepadamu besok dan seterusnya, aku akan risau jika engkau sakit dan berduka, akan risau saat tak bisa memperlakukanmu dengan baik. Biarkan takdir melaju di atas relnya, jangan coba membelokkan apalagi menghentikan, akibatnya bisa fatal, untuk apa pikirkan soal kereta  yang sudah jelas telah ada yang mengaturnya.

Malam ini istirahat saja, Bunda."

Akhirnya malam tiba juga
Malam yang kunantikan sejak awal
Malam yang menjawab akhir kita
Inikah akhir yang kita ciptakan
Dan pagi takkan terisi lagi
Lonceng bertingkah sebagaimana mestinya
Membangunkan orang tanpa membagi
Sedikit asmara untuk memulai hari
Tidurlah, malam terlalu malam
Tidurlah, pagi terlalu pagi
( Payung Teduh – Tidurlah )



Posted via Blogaway


Tidak ada komentar:

Posting Komentar