Anggap saja aku sahabat yang sedang mengingatmu kembali.
Anggap saja aku orang asing jika seperti ini adanya kita sekarang. Anggap saja
kita tak pernah saling mengenal sebelumnya jika bisu kini menjadi pilihan kita.
Anggap saja.
Sabtu, 28 Maret 2015
Rabu, 25 Maret 2015
Stupidity
Orang bilang aku
wanita cantik tapi dungu. Aku punya segalanya tapi mengapa aku masih saja rela
dipermainkan Ricky. Ya, dipermainkan katanya. Jelas kalimat itu keluar dari
mulut-mulut nyinyir mahasiswi di kampusku saat aku berjalan melewati mereka dengan langkah anggun dan pongah. Begitupun sebaliknya kalimat yang didengar Ricky dari mulut teman
prianya.
Masih
“Sarah, selamat
ulang tahun sayang.” Seruku pada putri tunggalku.
“Semoga panjang umur
anakku.” Sambung Ayahnya yang berdiri tepat di sebelahku.
“Ayah.. bunda..” Sarah yang sudah terlelap sejak pukul Sembilan tadi seketika menggeliat dan melompat memeluk kami saat memberinya surprise yang tak pernah absen kami lakukan setiap tahunnya. Ia tersenyum lebar juga pada matanya. Senyum yang menyamarkan rasa kantuk yang menjarah mata indah miliknya yang kini sembab. Bagi kami kebahagiaan Sarah adalah segalanya. Kebahagiaan yang seharusnya kami jaga seutuhnya untuk Sarah. Seutuhnya.
Minggu, 22 Maret 2015
Logika dan Hati
“Hati-hatilah dalam menangkap
sinyal.”
Kalimat itu keluar untuk kesekian
kalinya dari sosok yang kini sudah kuanggap sahabat sendiri. Kami sudah lama
saling mengenal namun jarang duduk bersama. Ingin tahu kapan aku mulai
mengakrabinya? Sejak Hatiku berdarah-darah karena kedunguannya sendiri.
Sejak itu aku tak pernah mempercayainya lagi dan mulai mendengarkan sahabat
baruku; Logika.
Let it be my way
Kendaraan-kendaraan yang ditepikan
berjejer memenuhi pekarangan yang sedang kususuri. Sekumpulan orang yang
kupastikan adalah tamu undangan menyesaki teras rumah. Sebelum masuk dan
membaur, aku sempat terdiam menikmati pemandangan rumah yang dulu begitu kuakrabi.
Kini semua terasa asing. Kulewati pekarangan itu dengan gugup yang membenih.
Rabu, 18 Maret 2015
Apa lagi yang kita tunggu?
“Mungkin ini bukan yang pertama, Cha. Tapi kali ini gue mau sampein sesuatu yang beda dari kemaren. Yang bagi elo janji-janji semasa pacaran adalah hal murahan yang bisa dilakuin siapa aja. Padahal sih alasan sebenernya karena elo trauma aja ditinggalin. Intinya cuman mau loe tahu aja kalo gue juga capek sama perdebatan kita belakangan ini soal tujuan komitmen, jadi gue.. gue akan ngelamar elo.”
Resiko jatuh cinta
Mobilku
menepi di depan supermarket tak jauh dari rumah gadis di sebelahku. “Nafiya,
atau Naf saja.” Begitu gadis itu berujar tiga bulan lalu saat pertama kali kami berkenalan di sebuah warung cepat saji. Senyumnya hari itu kuanggap sebagai sapaan yang membuat langkahku mendekat menuju mejanya. Pertemuan yang kami sebut takdir.
Petrichor
Hujan rindu itu menganak sungai
Pada kenangan yang terbengkalai
Pada luka yang telah benyai
Disana, potret dewi lara terbingkai
Senin, 16 Maret 2015
Pulanglah, putri
Pulanglah putri, pesta telah usai
Kembalilah ke singgasana
Dimana renung biasa kau tuai
Lupakan dansa dan pangeran istana
Minggu, 15 Maret 2015
Magic and immortality
Kata orang, butuh luka
untuk menulis.
“Aku punya luka. Beberapa gores.” Ujar Olivia kemudian
menyesap hot americano dalam genggamnya.
“Menulislah Vi, itu akan membuatmu sedikit lebih baik.” Saranku.
Kamis, 12 Maret 2015
Kecewa, airmata dan pengasingan
Tuhan tak pernah berlebihan dan berkekurangan dalam menakar.
Semesta selalu tahu porsi yang tepat atas ketetapan-ketetapanNya di muka bumi.
Seperti aku, kamu juga mereka. Seperti apa yang telah ditetapkan dalam
kehidupan kita, Allah maha tahu apa yang pantas dan tak pantas. Mungkin kita
sempat bertanya-tanya akan kepantasan itu sendiri, apakah benar ketetapan itu
sudah sesuai perhitunganNya? Apakah adil itu hanya mampu dilihat dari sudut
pandangNya? Apa takdir itu memang benar adalah yang terbaik menurutNya? Dan
untuk mendapat jawaban dari itu semua bukan hal yang singkat untuk bisa
diterima dan dipahami manusia. Kita tahu sendiri ‘kan watak buruk manusia itu
sendiri. Sok tahu dan keras kepala.
Rabu, 11 Maret 2015
Pahit
Sebelumnya aku
minta maaf, sepertinya kita enggak bisa lagi melanjutkan hubungan ini karena ada
beberapa hal yang kita enggak bisa terusin. Aku minta maaf harus seperti ini.
Mataku membelalak membaca kata per kata pesan itu. Setiap
kata serasa menohokkan satu belati ke jantungku. Batinku berteriak tak percaya
dengan apa yang barusan kubaca. Aku tidak sedang berkhayal, pesan itu nyata.
Sekeras apapun aku berusaha mengelak, kenyataannya Dion telah memutuskan
hubungan kami melalui pesan itu. Hubungan yang telah lama kami jalin berakhir di
sebuah pesan singkat. Singkat namun tikamannya tepat sasaran. Menembus jantung.
Dosa
Sayup-sayup kudengar ada orang yang mengetuk pintu
kamarku. Aku menggeliat di kasur lalu melirik jam beker di sisi kananku, pukul
06.12. Ini hari minggu, harusnya haram membangunkan seseorang sepagi ini. Aku turun
dari tempat tidur dengan langkah sempoyongan, membuka pintu, dan orang yang berdiri dibalik
pintu seketika membelalakkan mata 10 ton ku.
Senin, 02 Maret 2015
Perindu terhormat
Ini satu rindu kuterbangkan lirih bersama do’a
Tidak seperti rindu di malam-malam sebelumnya
Yang histeris meraungkan satu nama penuh benci
Tajam mencabik lalu beringas
Minggu, 01 Maret 2015
Surat pengakhir kisah
Ini surat dariku,
dari wanita untuk wanita yang diceritakan penulis dalam “Bintang untuk Fiersa.”
Surat ini tak jauh dari pembahasan tentang Fiersa, pria yang
sering didengung-dengungkan namanya dalam cerita. Sosok pria yang harus ditempa
kepelikan hidup juga sepi yang menyesakinya. Namun sisi baiknya, dua nama yang disisipkan penulis diam-diam menyematkan noktah cinta yang menuai tulus. Bahwa tetap di sisinya adalah cinta meski tak memiliki. Bahwa merelakannya bersama yang lain adalah cinta meski tak terungkap. Satu nama wanita itu kini bersama-sama Fiersa menjalankan usaha kedai kopi, dan satu nama wanita lagi menghilang tanpa
menitipkan pesan dan berpamit sebelumnya pada Fiersa.
Langganan:
Postingan (Atom)