YayBlogger.com
BLOGGER TEMPLATES

Laman

Kamis, 19 Februari 2015

Pengemis yang miris

"Seorang wartawan dan penulis buku dari Inggris, bernama Matthew Solo, selama sebulan ia mengamati aktivitas para pengemis di Bangkok dan Kamboja.

Matthew, bersama temannya yang berasal dari Rumania, mendapat info, jika para pengemis itu bagian dari bisnis organisasi kejahatan."

Aku baru saja membaca salah satu artikel di Vemale.com yang membuatku sempat terhenyak. Tentang mengapa bayi-bayi yang digendong para pengemis dijalan seringkali terlihat tidur sepanjang hari. Pemandangan seperti itu pastinya tak asing lagi kan? Pemandangan yang meluruhkan iba dan meringankan tangan kita untuk memberikan beberapa receh. Tanpa kita ketahui nasib malaikat-malaikat kecil di balik selimut kumal yang membalutnya.

"Bayi-bayi malang, dengan tubuh masih rentan itu, tidak mampu mengatasi bahaya yang dihasilkan dari pemberian minuman dan obat-obatan terlarang. Tak jarang, banyak dari bayi-bayi itu yang meninggal, selama mereka dibawa mengemis."

Naudzubillah..
Lihatlah betapa tak bermoralnya tindakan para pengemis itu. Miris mengetahui bayi yang dalam lelapnya ternyata hasil pengeksploitasian tangan-tangan tak bertanggung jawab dari fakir hina itu.

Ada berapa banyak nyawa yang telah dilenyapkan setiap harinya demi rupiah yang tak seberapa?
Ada berapa banyak racun yang mengendap di tubuh tak berdaya si kecil yang sedetik kemudian membuatnya meregang kaku dalam bungkam?
Ada berapa banyak manusia bernaluri lebih rendah dari binatang yang mengorbankan satu demi satu kehidupan untuk mempertahankan kehidupannya sendiri?
Ada berapa banyak kaki yang singgah menyelipkan bantuan, yang tertipu potret memilukan dari lintah kasta terpinggir?
Berapa banyak? Ada berapa banyak lagi?

Aku bukan penghakim disini, hanya seorang rakyat kerdil yang menyayangkan kenyataan yang terjadi di salah satu sisi kehidupan yang sarat akan kemiskinan. Yang membuat mereka semakin fakir dari segala apa yang ada di dunia dan di akhirat akibat jalan yang dipilihnya dalam mengais rezeki.

Tak tahu kepada siapa makianku lebih pantas ditujukan. Mungkin diri sendiri pun menyesal, beberapa kali mengempati ibu-ibu pengemis diseputaran jalan urip sumoharjo di kotaku. Dengan dalih yang sama seperti yang dikatakan artikel tersebut, mereka melintasi jalan raya di tengah sengat matahari sambil menggendong bayi-bayi malang. Entah bayi itu berasal dari rahimnya sendiri atau dari rahim orang lain. Bisa kubayangkan jika salah satu dari bayi tersebut adalah bagian dari keluarga terdekatku atau kerabat lainnya, ataupun dari orang yang tak kukenal sama sekali, bagaimana pilu hati orang tua mereka mengetahui buah hatinya diculik untuk dijadikan umpan demi mengenyangkan perut para pelaku. Membayangkan itu hanya bisa membuatku menghela napas panjang, berharap mereka lekas tersadar dari kebiasaan merobek harga diri sendiri. 

Aku yang tak berasal dari kalangan berduit, sedikit banyak memahami kepelikan yang dirasa oleh para pengemis. Tapi bukan berarti menghalalkan segala cara adalah satu-satunya jalan. Bukankah Allah sudah menjanjikan rezeki yang dihamparkan di atas bumiNya? Bukankah Allah membenci perbuatan dari meminta-minta apalagi sampai melayangkan nyawa sesama? Kita tak harus mengoyak kemelaratan menjadi lebih hancur dengan mengemis. Pun kita tak harus menodai kedermawanan kita dengan mengiba kepada kumpulan manusia berotak penipu dan pemalas.  Kita bisa tengok mereka, para pedagang asongan dan pedagang lain di emperan jalan. Mereka memang si miskin tapi masih memiliki usaha menjual manfaat bagi orang lain demi menjaga kesucian tangan mereka dari meminta apalagi mencuri. Mereka bahkan masih jauh lebih terhomat dibanding si kaya berdasi penimbun harta rakyat.

Dalam setiap keputusan, masing-masing individu pasti memiliki alasan tersendiri dibaliknya, termasuk keputusan para pembunuh bertopeng itu sekalipun. Kemiskinan dan kebobrokan moral mungkinlah alasan mendasar yang menganak-pinakkan tindak kriminalitas yang terjadi selama ini. Namun apapun alasan yang mereka punyai sama sekali tak mengubah apa yang sudah ditetapkan Allah, bahwa apa yang mereka lakukan adalah sekeji-kejinya perbuatan.

Kita semua selalu dihadapkan pada pilihan sebelum memutuskan, hanya terkadang kita sendirilah yang berpura-pura buta, bertingkah seolah semuanya terjadi di luar kendali dan kemauan kita. Buktinya masih ada segelintir dari mereka yang beroleh rezeki dari jalan yang baik-baik saja, meskipun tak seberapa, kita tak pernah tahu sebesar apa keberkahan yang mereka dapat dari Allah.
Tak ada manusia yang tak berkemampuan. Kita semua lahir di dunia karena kepercayaan Allah bahwa kita mampu. Karena itulah aku tak suka dengan sebutan orang tidak mampu yang di tujukan kepada sebagian golongan. Mereka juga bekerja seperti kita, berarti mereka mampu 'kan? Tak ada bedanya kita dengan mereka, yang pantas menilai perbedaan hanya Dia bukan sesama makhluk.

Kepada kalian terutama diriku sendiri, kepada kita yang tak harus menempuh jalan sekeras saudara yang lain dalam mencari makan, ambillah jeda sebelum berkeinginan melontarkan keluh dan kesulitan hidup, gunakan jeda itu sebagai cermin yang di hadapkan pada diri kita masing-masing. Lihat dan cermatilah keadaan diri kita yang masih jauh lebih sehat, lebih bersih, lebih rapi, lebih gemuk, lebih wangi, lebih terurus dan lebih beruntung dibanding saudara kita yang terasing di bawah kolong jembatan.

Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar