YayBlogger.com
BLOGGER TEMPLATES

Laman

Selasa, 17 Februari 2015

Truly deeply simply love

Malam ini aku akan bercerita sedikit berbeda. Mungkin sedikit mendalam dan menyakitkan. Ini tentang kehilangan, kerinduan juga tentang ikhlas itu sendiri. Tentang sosok yang amat kusayangi. 
Ingin kuberitahu sebelumnya, mataku kini sudah sembab lebih dulu sebelum tulisan ini menyayat penulisnya sendiri.
The only thing, that means everything to me  
Cause when you're in my arms 
You make me prouder than 
Anything I ever could achieve
Sepotong lirik Westlife berjudul Angels wings sepaket dengan kesenduan yang kurasa. Terasa sempurnalah alasan untuk menangis lagi kali ini.
Semua asal kesembaban itu tak lain karena rindu. Rindu yang berulang. Rindu yang tak pernah habis. Tak berujung, terlebih lagi amat memilukan ketika mendera dengan hebatnya. Ketika raganya yang dirindukan tak mampu lagi dijamah, direngkuh pun mustahil.

Ayah..
Kamulah orangnya. Pria yang amat kurindukan di dunia ini. Sejak baka mengambilmu kembali ke tempatnya, saat itulah aku tahu sebelah sayapku kini telah patah. Malaikat kecilmu sudah tak bisa terbang dengan sempurna lagi layaknya malaikat kecil lainnya. Aku sadar, ketika takdir menghampiriku, lembaran baru tanpamu akan jauh terasa berbeda. Perbedaan yang paling nyata adalah tak ada lagi yang akan menjagaku seutuh caramu. Menyakitkan tapi hidup memang harus terus berjalan.

Sembilan tahun berlalu. Siapa bilang ini tak terasa? Aku merasakan pahitnya hidup tanpa ayah. Benar pahit. Sangat-sangat pahit. Aku seperti seekor siput yang berjalan di atas duri. Pelan dan menusuk. Sembilan tahun, bukan hal yang mudah ayah. Usiaku masih sangat muda ketika kamu harus pergi. Masih sangat membutuhkan figur ayah di masa perkembanganku. Ibu masih terlalu lembut padaku dalam menasehati. Aku ingin di tegur olehmu, ingin dimarah olehmu, ingin di bentak, ingin diomeli karena kenakalan dan kekeras kepalaanku. Aku ingin dipeluk ayah ketika jatuh. Aku juga ingin seperti yang lain, yang di dekap ayahnya saat terluka dan terinjak. Aku butuh dirimu di masa sedih bahagiaku. Aku ingin berlari ke arahmu memperlihatkan prestasi dan kemahiranku. Aku ingin berbagi cerita tentang kebaikan yang kubuat, ingin bertanya banyak hal tentang dunia, tentang hidup dan bagaimana seorang wanita harus bersikap dan berpenampilan. Ingin kuteriak lantang pada dunia. 
"Kau kemanakan ayahku?!!"

Hari senin selalu jadi hari yang berbeda bagiku setelah tak ada ayah lagi. Kita dipisahkan di senin pagi itu. Itulah mengapa di minggu malam hatiku selalu terasa dingin. Tahu bahwa esok ragamu akan pergi sejauh-jauhnya, meski sebenarnya kau memang sudah lama tak disini.
Aku memang peratap ayah. Bertahun-tahun sudah berlalu, namun aku masih menangisi kerinduan yang tak terobati ini. Aku peratap namun aku masih hidup hingga sekarang, masih bisa tertawa, masih bisa bekerja, masih bisa menolong orang lain. Aku masih bisa melakukan hal seperti gadis yang ayahnya masih bernafas. Benar, sembilan tahun berlalu lambat dan menyakitkan, namun lihatlah malaikat kecilmu setegar apa sekarang? Sayapku memang tak utuh lagi ayah, namun tapakku jauh lebih kuat dari tapak gadis lainnya. Aku bisa menopang beban yang lebih berat dari gadis seusiaku. Aku bisa lulus di sekolah negeri dari kelas unggulan pertama, bisa bekerja dan memberi istrimu makan, bisa melanjutkan pendidikan dengan keringat sendiri, bisa mendengarkan keluh kesah orang lain, bisa membantu kesulitan orang lain, dan aku melakukan itu setiap hari ayah, setiap paginya aku berhasil mengumpulkan semangat untuk melangkah lagi
.
Jangan menangis ayah, seka airmatamu. Jangan bangga padaku. Berterima kasihlah pada istri tercintamu. Dia selalu memberiku senyumnya, segala kekuatanku lahir dari sana. Bahkan sekejam apapun dunia, dia seberani apa jika menghalangiku membahagiakan ibu? Akan kututup mulut dunia dengan semangat hidup yang kupunya. Aku tak harus mendengarkan penilaian manusia tentang segala kurangku. Aku wanita biasa saja. Memang! Tapi adakah manusia sempurna di dunia ini? Semua orang memiliki boroknya masing-masing. Mungkin sebagian tidak setuju, menganggap bahwa beberapa manusia memang bernasib baik dan sebagiannya lagi buruk. Itu bagi mereka yang belum benar-benar mengenal hidup itu sendiri. Bahwa yang kaya memang pantas menghina si miskin. Bahwa si parlente memang pantas dipuja walau bertabiat busuk. Padahal mata Tuhan tak seburam itu mempetak-petakkan hamba-Nya. Biarkan mereka menghina dan menghujat. Pelajaran hidup akan mengajarkan bagaimana mulut manusia semestinya digunakan. Lihat saja nanti.

Ayah yang tak letih kurindukan, ayah yang tak pernah mati. Jiwamu hidup disini ayah, di palung hatiku. Usiaku sebentar lagi menginjak angka 23, usia dimana istrimu mulai cerewet menagih menantu ketiga kalian. Ayah tak boleh secerewet ibu, aku terkadang sakit jika harus dihadapkan pada persoalan itu. Ayah tahu kan, aku baru saja dicampakkan pria. Pria yang menyayangiku nyaris sepertimu dulu. Nyaris, jelas takkan sama ayah. Darahmu mengalir ditubuhku, mana mungkin bisa sama? Bodoh benar anakmu ini. Meskipun kebersamaan yang kita punya singkat, selamanya takkan ada yang mampu menyamai kisah cinta sederhana kita. Kamu menjagaku dengan caramu sendiri, dalam jarak yang tak terhingga. Tiupan kasih dalam lirih do'a tersampaikan dengan indah di hati kita masing-masing. Tuhan, senantiasa mengajarkan sesuatu dengan cara yang tak terduga. Hingga aku paham bahwa menjadi yatim tak seburuk itu. Malah merupakan tameng berlapis untuk menjagaku di masa depan.
Waktu akan mengumpulkan kita kembali. Cepat atau lambat. Aku dan ibu akan menyusul.

Ayah, kamu satu-satunya pria yang mencintaiku dengan cara yang tak pernah rumit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar