YayBlogger.com
BLOGGER TEMPLATES

Laman

Rabu, 11 Maret 2015

Dosa



Sayup-sayup kudengar ada orang yang mengetuk pintu kamarku. Aku menggeliat di kasur lalu melirik jam beker di sisi kananku, pukul 06.12. Ini hari minggu, harusnya haram membangunkan seseorang sepagi ini. Aku turun dari tempat tidur dengan langkah sempoyongan,  membuka pintu, dan orang yang berdiri dibalik pintu seketika membelalakkan mata 10 ton ku.
Ayu datang. Aura kesal terpancar dari caranya memandangku.

Aku diam tak bersuara. Canggung mengajaknya masuk. Aku tak membuka pintu kamarku lebar-lebar juga tak menggeser tubuhku dari pintu. Berharap ia mengerti isyaratku yang menyuruhnya lekas enyah dari sini.

“Kamu tidak bertanya darimana aku tahu tempat kostmu?”

“Doni.” Jawabku singkat

“Ya, siapa lagi?! Dialah yang menyekapmu disini. Kupaksa ia untuk mengantarku kemari. Aku menyuruh bajingan itu menunggu di luar, tak mungkin aku membiarkan laki-laki keluar masuk di kamar anak perawan.” Gadis bertatapan sinis ini mulai menyerangku dengan kalimat pedasnya.

“Setelah satu tahun berlalu kau baru terpikir untuk mencariku?”

“Aku memintamu pulang sekarang.”Sahutnya dingin.

“Jadi, jika kau tak memintaku,  tak ada lagi yang mengharapkan kepulanganku? Luar biasa, kau memang putri kesayangan. Apa tidak jelas terlihat? Aku sehat-sehat saja dan sangat bahagia tinggal disini. Harus berapa kali kukatakan, aku mencintai Doni sekalipun ia telah beristri. Bukankah ibu sudah mengusirku dan tak mengakuiku lagi sebagai anaknya?” Aku mencecar Ayu. Mataku penuh dengan bulir yang tumpah. Tetes kebencian, tetes kerinduan. Bergantian jatuh di pipiku.

“Sampai kapan kamu bersikap congkak seperti ini? Kau mau ibu datang kesini dan menjemputmu pulang? Apa kamu pikir dengan berbuat seperti ini kamu tidak berdosa pada ibu?”Tukasnya.

Aku pendosa, Kak.

“Kurasa tidak.”

Gemeretak rahang Ayu atas jawabanku tadi. Amarahnya mungkin kini telah berada di puncak tertinggi.

“Baik. Kamu tidak perlu pulang.”

“Satu hal. Aku hanya minta satu hal sebelum aku pergi. Tolong, sesekali kau tengok makam ibu. Terakhir sebelum meninggal, beliau bilang amat merindukanmu.”

Ayu berlalu.

Aku runtuh terduduk di lantai. Sejak kapan aku piatu?
Ibuku. Oh, Tuhan tidak.
Celaka. Aku takkan selamat.
Surgaku kini tak tergapai lagi. Aku akan mendekam di neraka, selamanya.

Flash Fiction ini ditulis untuk mengikuti program #FF2in1 dari www.nulisbuku.com di Facebook dan Twitter @nulisbuku

Tidak ada komentar:

Posting Komentar