Ini satu rindu kuterbangkan lirih bersama do’a
Tidak seperti rindu di malam-malam sebelumnya
Yang histeris meraungkan satu nama penuh benci
Tajam mencabik lalu beringas
Kali ini
Aku merindukanmu setenang angin pagi
Yang desaunya meliuk anggun menyapa cahaya
Kupersilahkan diriku mengingatmu jelas-jelas
Melerai dendam dan rindu yang seringkali berpolemik
Izinkanku menyemai rindu tanpa dosa
Tanpa harus dicekik rasa malu
Menelanjangi harga diri sebab merindu
Tidak, tidak lagi
Rupanya
Matamu masih sama teduhnya
Berapa banyak tetes yang pernah tumpah dari sana karenaku?
Dada bidangmu masih sama kokohnya
Berapa kali aku pernah melesatkan peluru ke arahnya?
Hatimu, seberapa koyak ia saat kita tiba di persimpangan,
Berdiri di dua cabang yang berlainan arah?
Seolah merasa yang paling berlumur luka dan hina
Telak belatiku mengenai jantungmu, berkali-kali
Kupikir kau berhak mendapat yang setimpal sayang
Padahal kau pun amat berkabung dengan keharusmatian cinta ini
Kita terkulai lemas ke tanah
Kau bermandikan darah dari tanganku sendiri
Hujaman belati kukira adalah pelukan untukmu
Terseok kau pergi sejauh-jauhnya dariku
Semua sudah berakhir
Akulah biang dari segala kekacauan ini
Penentang yang tak sadar akan kecundangannya
Serakah aku mencintaimu, gila aku memujamu
Dulu
Jika saja aku melepasmu dengan pemahaman yang baik
Bahwa menaut dan mencengkram jemari adalah beda
Bahwa tak memilihku telah menjadi harga mati bagimu
Bahwa kuelakkan sekeras apapun takdir pasti menemuiku
Bahwa mengikhlaskan adalah menyayangi dengan cara yang lebih
tulus
Bahwa merelakan bukan berarti kegagalan dari sebuah
perjuangan
Bahwa perpisahan adalah tujuan dari setiap pertemuan
Bahwa.. Bahwa berhenti mencintai adalah bagian dari mencintai
itu sendiri
Jika saja aku, mungkin kau akan sedikit bangga padaku
Kini
Ampuni kesadaran yang laun menyapa
Setelahnya aku akan menjadi perindu yang terhormat
Abaikan saja, biarkan remah rindu itu berserakan
Asal jangan hinakan aku kala merindukanmu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar